Rohingya – Ribuan muslim di Myanmar mendapat tekanan keras
dari para biksu Buddha saat hari raya penyembelihan kurban, Idul Adha. Tidak
seperti kebanyakan negara-negara Muslim, Idul Adha di Myanmar dimulai hari ini,
Selasa (13/09).
Orang-orang Islam di negara ini telah melalui hujan lebat
sebelumnya, kemudian menginap semalam di kota Haling Thar Yar, Yangon untuk
menantikan hari penyembelihan. Polisi yang berjaga-jaga di kota itu menghimbau
untuk membersihkan noda darah dari pakaian atau badan mereka belum meninggal
tempat, duna menghindari kekerasan.
Myo Myint, seorang pria muslim (51 tahun) tengah duduk di
atas tikar plastik bersama keluarganya di musholla. Kepada harian Anadolu, ia
mengatakan berasal dari kota Pabetan, Yangon. “Situasi tidak nyaman, tapi kami
senang,” katanya.
Tahun ini, mereka dipaksa untuk mengadakan perayaan ini
dengan biasa, tanpa ada kemeriahan. Pekan lalu kelompok nasionalis menulis
surat kepada pihak berwenang setempat agar melarang perayaan Idul Adha tersebut.
Pihak berwenang setempat mengakui mengabaikan permintaan
tersebut.
“Surat-surat yang masuk menyatakan bahwa Muslim setempat sedang mempersiapkan
perayaan Ied tanpa izin,” kata seorang pejabat senior dari pemerintah daerah
Yangon.
“Meski demikian, Haling Thar Yar adalah salah satu dari 13
tempat yang diizinkan untuk dilakukan perayaan Idul Adha,” lanjutnya.
“Kami juga telah menyediakan keamanan untuk zona
pembantaian tersebut.” imbuhnya.
Kelompok yang melarang perayaan muslim ini dari Asosiasi
Perlindungan Ras dan Agama atau lebih dikenal sebagai Ma Ba Tha. Kelompok ini
dikenal sangat memusuhi umat Islam, dengan salah satu pemimpin seniornya, biksu
Wirathu.
Sehari sebelumnya, untuk membenarkan permintaannya
tersebut, pemimpin Ma Ba Tha mengatakan bahwa perayaan Idul Adha ini adalah
perayaan yang kejam.
“Festival keagamaan tidak harus melibatkan pembunuhan
massal seperti hewan,” kata kepaa biara Magway, Pamaukkha di pinggiran Yangon.
Ia menambahkan bahwa umat Budha tidak senang dengan banyaknya penyembelihan
sapi karena dianggap sebagai
hewan suci.
“Mereka hanya boleh menggunakan kambing!” katanya.
“Perayaan itu harus dilarang secara permanen di sini karena melakukan
‘pembunuhan’ yang menentang agama Buddha.”
Sebagaimana diketahui, tekanan terhadap kaum muslimin di
Myanmar terus terjadi sejak 2012, dimana penganut Budha Rakhine melakukan
kekerasan terhadap Muslim Rohingya di negara bagian barat Rakhine.
Dalam kerusuhan berikutnya, 100 orang tewas dan sekitar
140.000 orang mengungsi, sebagian besar Rohingya. Organisasi Muslim kemudian
membatalkan perayaan Idul Adha di tahun tersebut untuk menjaga keselamatan
warga Rohingya. Meskipun pada tahun 2013 Dewan Islam setempat (IRAC) membatasi
perayaan itu terkait teknis penyembelihan dan pengangkutan hewan ternak agar aman.
Kepada Anadolu, Sekretaris IRAC Tin Maung mengingatkan
tragedi pada 2012, tahun absennya perayaan Idul Adha di negara tersebut. “Kami
juga menyadari bahwa ada orang-orang yang tidak setuju dengan agama kita tahun
ini,” katanya. “Oleh karena itu kami meminimalisir perayaan ini gar tidak
menimbulkan kritik,” imbuhnya.
Wunna Shwe, selaku panitia perayaan Idul Adha mengatakan
tidak seorang pun diizinkan untuk mengambil gambar di area penyembelihan,
termasuk mengambil gambar hewan kurban. Karena dikhawatirkan menimbulkan
penyalahgunaan foto sehingga menimbulkan konflik.
“Kami juga menginstruksikan untuk menyembunyikan daging di
dalam kantong karena kita tidak ingin menjadi sumber masalah yang tidak perlu,”
tambahnya.
Reporter: Ibas
Fuadi(kiblat.net)
Sumber: Anadolu Agency
Sumber: Anadolu Agency
Post a Comment Blogger Facebook
Post a Comment